![]() |
ILUSTRASI : Produsen tempe di Kabupaten Pati juga terdampak atas melambungnya harga kedelai |
PATI - Pihak DPRD Pati juga turut menyoroti naiknnya harga kedelai yang saat ini melambung di pasaran.
Dampak dari
kenaikan harga kedelai itu para produsen tempe dan tahu yang paling merasakan.
Menyikapi
masalah itu, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pati meminta
pemerintah untuk membina petani hasil panennya lebih banyak daripada saat ini.
Anggota DPRD
Kabupaten Pati, Narso menilai naiknya harga kedelai lantaran kedelai di
Indonesia lebih banyak dipasok oleh luar negeri atau impor dari pada dari dalam
negeri sendiri.
“Kalau
kedelai kebanyakan kita impor. Kalau bicara skala nasional bagaimana para
petani lokal ini untuk bisa menghasilkan kedelai-kedelai yang bisa kita gunakan
untuk pembuatan tempe tahu dan lainnya. Tentu perlu adanya pembinaan untuk
mereka,” jelas Narso.
Saat itu,
harga kedelai sekitar Rp 9 ribu per kilogram. Padahal harga kedelai sebelumnya
Rp 7 ribu per kilogramnya. Hal ini membuat beberapa produsen tahu dan tempe
merasa keberatan. Bahkan di antaranya mengurangi produksi.
Para
pedagang tempe dan tahu pun berharap agar Perusahaan Umum (Perum) Bulog untuk
mengendalikan impor kedelai. Saat impor kedelai masih dikendalikan pihak
swasta.
Apabila
Bulog memiliki andil lebih, maka harga kedelai dapat lebih stabil serta
kualitas kedelai bisa dikendalikan lebih baik.
Bulog
sendiri sudah mencoba menarik harga kedelai sebesar Rp 8.500. Namun, patokan
harga ini dinilai para importir masih terlalu rendah dan tidak bisa
menguntungkan. (adv)
EmoticonEmoticon