![]() |
PASAR AMPIRAN: Pasar Ampiran Kampoeng Budaya Piji Wetan bergaya tempo dulu, yang menjual makanan tradisional khas warga Lereng Muria. |
KUDUS-Pemerintah Desa Lau, Kecamatan Dawe bekerjasa sama dengan pegiat kebudayaan membuka Pasar Ampiran di Dukuh Piji Wetan Desa Lau, Kecamatan Dawe, Kudus. Rencananya, Pasar Ampiran yang berlokasi di komplek Kampoeng Budaya Piji Wetan itu akan dibuka satu bulan sekali, dengan tujuan meningkatkan perekonomian warga setempat.
Kepala Desa Lau, Rawuh Hadiyanto melalui Plt Sekretaris Desa Lau, Hamdan mengungkapkan, pandemi covid-19 ini berdampak pada seluruh sektor kehidupan masyarakat, tak terkecuali pada sektor perekonomian masyarakat. Sehingga sejak pandemi ini, geliat perekonomian masyarakat Desa Lau menjadi lesu.
‘’Dengan adanya Kampoeng Budaya ini, diharapkan bisa membangkitkan kembali perekonomian warga Desa Lau,’’ harap Hamdan.
Sementara Tim Kreatif kampoeng Budaya Piji Wetan, Rhy Husaini menuturkan, Pasar Ampiran merupakan salah satu ikon yang terdapat di dalam Kampoeng Budaya Piji Wetan, selain ada Taman Dolanan dan Panggung Ngepringan. Pasar Ampiran berkonsep tempo dulu tersebut, digagas oleh Tim Penggerak PKK Desa Lau,.
‘’Di Pasar Ampiran menjual makanan tradisional khas warga Lereng Muria dan jajanan masa kini,’’ kata Husaini.
Adapun makanan yang disajikan di pasar bergaya tempo dulu itu, sambung Husaini, mulai dari sego dong jati (nasi daun jati), beberapa varian wedang khas warga lereng Muria hingga sego pager mangkok. Semua makanan tersebut dibuat oleh para ibu rumah tangga desa setempat.
‘’Pasar Ampiran ini Salah satu upaya meningkatkan perekonomian masyarakat di tengah pandemi Covid-19,’’ ujarnya.
Dia menjelaskan, secara keseluruhan, tujuan digelarnya Kampoeng Budaya Piji Wetan ini untuk nguri-uri atau melestarikan kebudayaan di kawasan Lereng Muria kepada kaum millenial. Mulai dari jenis produk makanan, hingga jenis permainan yang hits (tenar) pada kala itu diantaranya congklak, lompat karet dan bekel.
‘’Kita kenalkan kembali kebudayaan itu dengan cara yang kekinian, agar tidak melulu main gadget,’’ kata Husaini.
Husaini menambahkan, di Pasar Ampiran alat transaksinya bukan uang yang diedarkan oleh pemerintah, tetapi kayu berbentuk bulat bertuliskan angka 2, 5 dan 10. Angka 2 diartikan uang senilai Rp 2.000, angka 5 senlai Rp 5.000 dan angka 10 diartikan sebagai uang senilai Rp 10.000.
Untuk mendapat uang kayu itu, sambungnya, pengunjung bisa menukarkan uangnya di loket yang telah disediakan pantia, sebelum masuk komplek Kampoeng Budaya Piji Wetan,’’Jadi transaksinya menggunakan uang kayu itu, tidak boleh menggunakan uang kertas agar tidak diperbudak dengan uang kertas,’’ imbuhnya.
Dia menegaskan, selama Kampoeng Budaya Piji Wetan digelar, panitia maupun pengunjung diwajibkan menerapkan protokol kesehatan. Sebelum masuk, pengunjung dicek suhu badan, diminta cuci tangan di tempat yang disedikan dan memakai masker.
‘’Setiap halaman rumah yang berada di dalam kawasan Kampoeng Budaya Piji Wetan, juga diminta menyediakan tempat cuci tangan. Kondisi ini seperti jaman dulu, yang prinsipnya memberikan sedqah air kepada masyarakat,’’ pungkasnya. (han)
EmoticonEmoticon