 |
MENJANJIKAN:PT Perhutani KPH Mantingan mulai menanam Gliricidia Sepium sejak tahun 2019 lalu di 2400 hektar lahan hutan produksi. |
REMBANG-Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH)
Mantingan, Rembang mengembangkan tanaman Gliricidia Sepium atau dikenal dengan
nama pohon gamal, yang dikatakan bisa menjadi pengganti batubara untuk
dijadikan briket.
Kehadiran energi alternatif dari tanaman
gamal menjadi kabar menggembirakan di bidang energi. Sebab, saat ini cadangan
batubara nasional semakin menipis.
Kementrian ESDM RI belum lama ini
memperkirakan, cadangan batubara yang terbentuk dari fosil tumbuhan, terbentuk
selama ratusan juta tahun, akan habis dalam waktu 62 tahun mendatang, dengan asumsi ada produksi batu bara 625 juta metrik ton per tahun.
Kepala Sub Seksi Pembinaan Sumber Daya
Hutan Dan Perhutanan Sosial KPH Mantingan, Arif Yudiarko, menjelaskan, pihaknya
mulai menanam Gamal sejak tahun 2019 lalu. Di tahun pertama, gamal ditanam di
lahan seluas 2.000 hektar, kemudian tahun ini KPH Mantingan kembali menanam
sekitar 400 hektar.
“Tersebar di 4 BKPH (Bagian Kesatuan
Pemangkuan Hutan-Red), kalau paling banyak ya di BKPH Kalinanas, perbatasan
Kabupaten Rembang dengan Kabupaten Blora,“ ungkapnya.
Tanaman gamal yang
umumnya sering digunakan sebagai pagar hidup atau peneduh, menurutnya mudah tumbuh. Bahkan sekalipun tidak perlu perawatan. Layak
tebang/panen, apabila sudah memasuki usia antara 3 hingga 5 tahun.
Bagi rimbawan kuno, kata dia, dengan
adanya tanaman Gamal diyakini juga mampu meningkatkan kesuburan lahan. “Kadang
biji yang tua jatuh, itu ya mudah tumbuh. Di sisi lain manfaatnya dapat
meningkatkan unsur hara atau kesuburan tanah, “ beber Arif.
Arif menambahkan, manfaat paling besar
dari tanaman Gamal adalah bisa menjadi pengganti batubara yang ramah
lingkungan. Batang tanaman dipotong, kemudian diolah menjadi serbuk. Setelah
itu, dikemas dalam bentuk briket.
“Pernah saat uji coba di KPH Semarang,
kadar rendemen kurang dari 0,7. Minimal kadarnya 0,9 sudah layak untuk bahan
bakar, “ imbuhnya.
Namun untuk saat ini, kata Arif,
produksi briket masih menjadi kendala. Sebab pabrik pengolahan Gamal menjadi
briket baru ada di daerah Wonosobo. Seandainya jumlah pabrik semakin banyak,
tentu akan memudahkan. Apalagi briket tanaman Gamal sudah sangat diminati oleh
pabrik-pabrik besar di Korea, sehingga pangsa pasarnya terbuka.
“Perhutani di sini belum bisa mengolah
sendiri, karena ketiadaan pabrik. Padahal tanaman cukup luas. Kelak kalau sudah
waktunya panen, apakah ditebas pihak lain atau ditangani sendiri, belum tahu
nanti, tergantung direksi, “ ujar Arif.
Untuk pengawasan dan perawatan tanaman
Gamal, KPH Mantingan memberdayakan kerja sama dengan pengurus Lembaga
Masyarakat Desa Hutan (LMDH) setempat. “Saat ini tingginya rata-rata sudah 3
meteran, “ pungkasnya.(sov/gus)
Share this
EmoticonEmoticon