2400 Hektar Lahan Perhutani Mantingan Ditanami Gamal, untuk Gantikan Energi Fosil Batubara

Thursday, October 15, 2020

 

MENJANJIKAN:PT Perhutani KPH Mantingan mulai menanam  Gliricidia Sepium sejak tahun 2019 lalu di 2400 hektar lahan hutan produksi.

REMBANG-Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Mantingan, Rembang mengembangkan tanaman Gliricidia Sepium atau dikenal dengan nama pohon gamal, yang dikatakan bisa menjadi pengganti batubara untuk dijadikan briket.

 Kehadiran energi alternatif dari tanaman gamal menjadi kabar menggembirakan di bidang energi. Sebab, saat ini cadangan batubara nasional semakin menipis.

 Kementrian ESDM RI belum lama ini memperkirakan, cadangan batubara yang terbentuk dari fosil tumbuhan, terbentuk selama ratusan juta tahun, akan habis dalam waktu 62 tahun mendatang, dengan asumsi ada produksi batu bara 625 juta metrik ton per tahun.

 Kepala Sub Seksi Pembinaan Sumber Daya Hutan Dan Perhutanan Sosial KPH Mantingan, Arif Yudiarko, menjelaskan, pihaknya mulai menanam Gamal sejak tahun 2019 lalu. Di tahun pertama, gamal ditanam di lahan seluas 2.000 hektar, kemudian tahun ini KPH Mantingan kembali menanam sekitar 400 hektar.

 “Tersebar di 4 BKPH (Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan-Red), kalau paling banyak ya di BKPH Kalinanas, perbatasan Kabupaten Rembang dengan Kabupaten Blora,“ ungkapnya.

 Tanaman gamal yang umumnya sering digunakan sebagai pagar hidup atau peneduh, menurutnya mudah tumbuh. Bahkan sekalipun tidak perlu perawatan. Layak tebang/panen, apabila sudah memasuki usia antara 3 hingga 5 tahun.

Bagi rimbawan kuno, kata dia, dengan adanya tanaman Gamal diyakini juga mampu meningkatkan kesuburan lahan. “Kadang biji yang tua jatuh, itu ya mudah tumbuh. Di sisi lain manfaatnya dapat meningkatkan unsur hara atau kesuburan tanah, “ beber Arif.

 Arif menambahkan, manfaat paling besar dari tanaman Gamal adalah bisa menjadi pengganti batubara yang ramah lingkungan. Batang tanaman dipotong, kemudian diolah menjadi serbuk. Setelah itu, dikemas dalam bentuk briket.

 “Pernah saat uji coba di KPH Semarang, kadar rendemen kurang dari 0,7. Minimal kadarnya 0,9 sudah layak untuk bahan bakar, “ imbuhnya.

 Namun untuk saat ini, kata Arif, produksi briket masih menjadi kendala. Sebab pabrik pengolahan Gamal menjadi briket baru ada di daerah Wonosobo. Seandainya jumlah pabrik semakin banyak, tentu akan memudahkan. Apalagi briket tanaman Gamal sudah sangat diminati oleh pabrik-pabrik besar di Korea, sehingga pangsa pasarnya terbuka.

 “Perhutani di sini belum bisa mengolah sendiri, karena ketiadaan pabrik. Padahal tanaman cukup luas. Kelak kalau sudah waktunya panen, apakah ditebas pihak lain atau ditangani sendiri, belum tahu nanti, tergantung direksi, “ ujar Arif.

 Untuk pengawasan dan perawatan tanaman Gamal, KPH Mantingan memberdayakan kerja sama dengan pengurus Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) setempat. “Saat ini tingginya rata-rata sudah 3 meteran, “ pungkasnya.(sov/gus)

 

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »