 |
FOTO ILUTRASI TERIMA THR: Sejumlah buruh rokok di Kabupaten Kudus saat menerima tunjangan hari raya (THR). |
PATI - Upah minimum kabupaten/kota (UMK) Jawa Tengah telah ditetapkan oleh Gubernur Ganjar Pranowo lewat Surat Keputusan Gubernur Nomor 560/58 tahun 2019, tentang Penetapan Besaran UMK di Provinsi Jateng.
UMK tertinggi ada di Kota Semarang, yaitu Rp2.715.000. UMK terendah di Kabupaten Banjarnegara sebesar Rp1.748.000. Rata-rata kenaikan UMK sebesar 8,57 persen.
Sedangkan untuk UMK Kudus 2020 sebesar Rp 2.218.451. Besaran UMK itu sesuai usulan sebelumnya.
Kepala Dinas Tenaga Kerja, Perindustrian, Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (Disnakerperinkop UKM) Kabupaten Kudus, Bambang Tri Waluyo mengatakan, pemberlakukan UMK itu mulai awal 2020 mendatang. Sehingga bagi perusahaan yang merasa tidak mampu membayar upah karyawan sesuai UMK, diberikan kesempatan untuk mengajukan penangguhan.
"Waktu pengajuan penangguhan paling lambat 10 hari, sebelum pemberlakukan UMK,” jelas Bambang baru-baru ini.
Adapun prosedurnya, sambung Bambang, penangguhan itu diajukan ke gubernur melalui Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jawa Tengah. Jika sampai batas akhir tidak mengajukan, seluruh perusahaan yang ada di Kota Kretek yang berjumlah 700 unit baik skala kecil, menengah dan besar diartikan siap membayar sesuai ketentuan UMK 2020.
‘’Pihak perusahaan juga diartikan mampu, mentaati ketentuan yang berlaku mulai awal 2020,” jelasnya.
Guna memastikan ketentuan itu ditaati, kata Bambang, Tim Satuan Kerja (Satker) Disnakertrans Jawa Tengah akan melakukan pengawasan. Pihaknya pun akan tetap melakukan pemantauan dan membuka pengaduan, untuk para pekerja yang tidak menerima upah sesuai ketentuan UMK.
Dia menegaskan, perusahaan yang melanggar ketentuan akan ditindak sesuai prosedur yang berlaku. Mengingat penentuan UMK di 35 kabupaten/kota itu, telah disesuaikan dengan Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 560/58 tahun 2019. Juga disesuaikan dengan PP 78/2015 tentang Pengupahan, merujuk pada besaran tingkat inflasi dan Produk Domestik Bruto (PDB) secara nasional sebesar Rp 8,51 persen.
‘’Besaran UMK di Kabupaten Kudus, masuk urutan ke lima terbesar, dari nominal UMK se-Jateng,” tandasnya.
Dia menambahkan, penetapan besaran UMK Kudus mulai tahun depan, juga merupakan usulan Dewan Pengupahan Daerah sebesar Rp 2.218.451,95. Dengan demikian, pihaknya mendorong perusahaan untuk melaksanakan ketentuan struktur dan skala upah.
‘’Saat ini, di Kudus sudah ada 106 perusahaan yang menerapkan struktur skala upah, dan jumlah itu diperkirakan terus bertambah.Penerapannya akan dipantau mulai awal 2020,” ujarnya.
Terpisah, Koordinator Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Kudus, Slamet Machmudi mengungkapkan, kenaikan upah yang merujuk PP 78/2015 disebut tidak signifikan, dibanding menggunakan metode hasil survei kebutuhan hidup layak (KHL).
‘’Besaran UMK itu dapat direalisaikan, jika perusahaan konsisten menerapkan PP Pengupahan dengan memberlakukan skala struktur upah,” ujar Slamet.
Menurutnya, UMK sebenarnya hanya berlaku bagi buruh dengan masa kerja kurang dari satu tahun. Sedangkan buruh dengan masa kerja satu tahun atau lebih, besaran upahnya harus dirundingkan secara bipartit antara pengusaha dan buruh. Pihak pengusaha pun diwajibkan menyusun struktur dan skala upah, dengan mempertimbangkan masa kerja, golongan dan jabatan, pendidikan, prestasi dan lainnya.
‘’Dengan begitu, upah buruh menjadi lebih layak, adil dan proporsional. Dan tugas dinas harus menjalankan fungsinya yaitu melakukan pantauan dan penegakan aturan,” tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, Pemkab Kudus melalui Disnakerperinkop UKM Kudus mengusulkan UKM Kudus tahun 2020 sebesar Rp 2.218.451. Besaran itu juga telah disepakati bersama oleh seluruh anggota Dewan Pengupahan Daerah (DPD) setempat.
Kepala Disnakerprinkop UKM Kudus, Bambang Tri Waluyo mengatakan, usulan UMK Kudus 2020 mengalami kenaikan 8,51 persen atau sebesar Rp 173.984 dari besaran UMK 2019 sebesar Rp 2.044.467. Kenaikan UMK itu didasarkan pada PP 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, yang mengacu pada tingkat inflasi dan Produk Domestik Bruto (PDB) secara nasional.
‘’Segera kami mintakan rekomendasi kepada Plt Bupati Kudus, sebelum disampaikan kepada Gubernur Jawa Tengah awal November mendatang,” jelas Bambang.
UMK Pati Naik 8,51 Persen
Sementara itu, untuk UMK Kabupaten Pati sendiri mengalami kenaikan sebesar 8,51 persen atau menjadi menjadi Rp 1.891.000.
Kepala Dinas Tenaga Kerja Pati Tri Haryama melalui Kabid Hubungan Industrial Hendri Kristiyanto mengatakan, sudah mengambil surat keputusan (SK) penetapan UMK dari Gubernur Jateng Ganjar Prnowo di Semarang kemarin. Setelah itu penetapan UMK itu akan disosialisasikan kepada semua perusahaan di Pati.
“Kenaikan UMK yang ditetapkan dalam rapat usulan kenaikan UMK Pati bersama dewan pengupahan, akademisi, Apindo, dan lainnya. Sehingga muncul kenaikan 8,51 persen. Kesepakatan UMK itu lalu diserahkan kepada Bupati Pati Haryanto yang kemudian oleh bupati diusulkan kepada gubernur dan gubernur menyetujuinya,” jelasnya kemarin.
Menurutnya, kesepakatan kenaikan UMK Pati 2020 sebesar Rp 1.891.000 berdasarkan hitung-hitungan dari UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan dan PP 78/2015 tentang Pengupahan. Kenaikan tersebut mengacu inflasi nasional 3,39 persen dan pertumbuhan ekonomi 5,2 persen.
“UMK Pati tertinggi ketiga di Karesidenan Pati setelah Kudus dan Jepara. Kami akan langsung membentuk panitia kecil dan segera menyosialisasikan kenaikan UMK kepada perusahaan dan pekerja di Pati. Sosialisasi segera dilaksanakan karena kami akan membuka penangguhan UMK,” jelasnya kemarin.
Penangguhan UMK itu difasilitasi apabila ada perusahaan yang keberatan dengan kenaikan UMK tersebut. Dirinya berharap serikat pekerja dan pemilik perusahaan setuju dengan kenaikan UMK itu. Sehingga bisa diterapkan mulai 2020 mendatang. Pada penerapannya nanti, pihaknya juga akan memantau perusahaan supaya membayar upah pekerja sesuai dengan UMK yang sudah ditetapkan oleh gubernur. (gus/han/lis)