![]() |
Anggota Komisi D DPRD Pati periode tahun lalu saat menggelar dengar pendapat (public hearing) terkait pembentukan Perda HIV/AIDS di Kabupaten Pati. |
PATI - Kabupaten Pati masih menjadi salah satu penyumbang terbanyak penderita HIV/AIDS di Jawa Tengah. Jika sebelumnya berada di urutan ke 5, saat ini kabupaten berjuluk Bumi Mina Tani ini menempati posisi ke 4 dari 35 kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Tengah.
Berdasarkam data yang dimiliki Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Pati menyebutkan, akibat dari penularan penyakit berbahaya itu dari kurun waktu tahun 1996 hingga 2019 terdapat sebanyak 1463 kasus warga yang mengidap HIV/AIDS dan sudah sebanyak 171 di antaranya meninggal dunia.
Kondisi tersebut tentunya sangat memprihatinkan dan perlu ada upaya yang serius untuk menekan jumlah penderita dan mencegah penularanya.
Guna mencari solusi atas permasalahan itu, saat ini pihak DPRD Kabupaten Pati sedang membentuk rancangan peraturan daerah (Raperda) terkait penularan dan penyebaran HIV/AIDS.
Raperda itu sekarang ini masih dalam tahap penggodokan dan pembahasan karena sebelum disahkan menjadi peraturan daerah (Perda) perlu kajian-kajian yang matang agar perda itu nantinya dapat berjalan efektif.
"Saat ini kita masih terus melakukan pembahasan dan kajian-kajian terkait Raperda HIV/AIDS. Bahkan untuk mematangkan Raperda itu, kita akan melakukan studi banding ke kota/kabupaten yang telah memiliki dan menerapkan Perda tentang HIV/AIDS," kata Suwarno, Ketua Bapemperda DPRD Kabupaten Pati, saat ditemui di kantor dewan, Sabtu (19/10).
Upaya studi banding itu perlu dilakukan, lanjut Suwarno, karena sebelum mengesahkan Raperda menjadi perda harus ada acuan sehingga nanti aturan itu sendiri bisa menjadi suatu payung hukum yang benar-benar efektif dan tepat pada sasaranya.
"Untuk lokasi studi banding masih dalam pembahasan, sebenarnya kita akan pergi ke salah satu kabupaten yang ada di Palembang, namun karena sedang kabut asap kita urungkan. Mungkin kita akan ke Kalimantan Timur yakni Kabupaten Kutai Kartanegara, di sana sudah memiliki Perda HIV/AIDS," ujar Anggota Dewan dari Fraksi PDIP itu.
Dengan adanya kajian yang mendalam diharapkan nanti Perda HIV/ AIDS bisa efekfif untuk menekan penularan dan penyebaran virus mematikan HIV/AIDS di Kabupaten Pati.
"Meski Raperda ini masih perlu banyak tahapan untuk dijadikan perda yang syah. Namun kita targetkan tahun depan 2020 Kabupaten Pati punya Perda HIV/AIDS," janji Suwarno.
Sementara itu, Sekretaris Komisi D DPRD Kabupaten Pati, Endah Sri Wahyuningati dirinya juga sepakat jika Raperda HIV/AIDS harus dikaji secara serius, meskipun sebenarnya saat ini menurutnya draft pada raperda sudah disusun bahkan sudah di mintakan dengar pendapat atau public hearing kepada masyarakat dan para pegiat sosial yang peduli terhadap HIV/AIDS di Kabupaten Pati.
"Sebenarnya draft Raperda HIV/AIDS sudah disusun dan kami juga sudah meminta pendapat pada public hearing yang diadakan anggota Komisi D pada periode yang lalu. Meski kita tinggal melanjutkan, namun masih banyak yang harus dikaji lagi," ujar Endah Sri Wahyuningati Anggota Dewan dari Fraksi Golkar itu.
Menurut Endah, dalam draft penyusunan Raperda HIV/AIDS ada satu aturan yang menurutnya cukup baik dan bisa efektif untuk mencegah penularan penayakit HIV/AIDS.
Aturan itu adalah mengharuskan setiap pasangan yang akan melangsungkan pernikahan untuk melakukan pemeriksaan voluntary counselling and testing (CVT) untuk mengetahui seseorang terinfeksi HIV/AIDS atau tidak.
"Kalau selama ini kan setiap calon pengantin harus menjalani test kesehatan dan imunisasi TT itu sebagai syarat untuk menikah di KUA. Kenapa tidak sekalian saja ditest CVT untuk mengetahui seseorang terinfeksi HIV/AIDS atau tidak," ujar Endah.
Dia menambahkan, meski menyakitkan bagi calon pengantin yang diketahui salah satunya terinfeksi HIV/AIDS, tapi pemerintah dalam hal ini bisa mengontrol dan mengetahui seseorang itu terinfeksi atau tidak.
Selain test terhadap calon pengantin, kata Endah Sri Wahyuningati, dalam perda itu perlu adanya pengawasan serta sosialisasi dan edukasi bagi orang-orang yang rentan, seperti perempuan dengan masalah sosial untuk bisa turut serta mencegah dan penanggulangan penularan HIV/AIDS.
“Selain ada pengawasan dan pemberian edukasi di tempat lokalisasi, harus juga ada sosialisasi lingkungan sekolah. Karena trend terakhir kami dapatkan anak-anak sekolah ada juga yang tertular penyakit berbahaya itu. Dengan memberikan sosialisasi dan pembelajaran tentang penularan HIV/AIDS, mereka jadi mengerti bagaimana cara menghindarinya," tandasnya. (gus/lis)
EmoticonEmoticon